Pilkada DKI menjadi sangat menarik disaat petinggi-petinggi parpol besar turun gunung untuk memberikan dukungan kepada calon kepala daerah yang mereka usung. Megawati dengan PDIPnya tidak hanya menformulasikan pasangan Ahok-Jarot tetapi ikut terjun langsung mengantar pasangan Ahok-Jarot ke KPUD DKI pada saat pendaftaran.
Kemudian
kita lihat juga “Koalisi cikeas” mengusung AHY-Silvi sebagai calon kepala
daerah. Pencalonan AHY-Silvi di skenariokan oleh tokoh besar mantan Presiden RI
SBY. SBY turun tangan langsung dan mempunyai peran besar dalam pengambilan
keputusan pencalonan AHY-Silvi.
dan kemudian
Prabowo Subianto melalui gerindra dan PKS mengusung Anis-Sandi. Pencalonan Anis-Sandi
tentunya menjadi hal yang menarik karena Anis-Sandi bukanlah kader partai
Gerindra atau PKS. Disisi lain, terkebih dahulu sudah disampaikan bahwa Sandi
akan dipasangkan dengan Mardani. Melihat perubahan tersebut maka dapat
menjelaskan kepada kita semua, inilah yang dinamakan dengan dunia politik,
penuh dengan strategi, kepastiannya berada pada ujung proses.
Skenario Anak Tangga Pilkada DKI
Jika kita cermati bahwa pencalonan Ahok-Jarot,
AHY-Silvi dan Anis-Sandi mempunyai satu pola garis kesamaan yakni apa yang saya
disebut dengan “scenario anak tangga” pilkada DKI.
Ahok-Jarot scenario
anak tangganya adalah menyiapkan Jarot sebagai Gubernur DKI 2019, menguasai
Jawa Timur dengan menjagokan Risma sehingga tidak perlu diterjunkan ke DKI
walaupun elektabilitasnya telah melewati Ahok, serta menyiapkan pasangan
Jokowi-Ahok untuk RI 1 dan RI2. Skenario anak tangga yang di gawangi oleh
Megawati dengan PDIP ini menjadi langkah
strategis disaat PDIP memenangkan kursi DPRD DKI dan didukung oleh kader-kader
yang bagus pada saat ini misalnya sebut saja Risma dan lain sebagainya.
Anis-Sandi scenario
anak tangganya adalah jika menang pilkada DKI maka besar peluang untuk
menyandingkan Prabowo-Anis untuk RI 1 dan RI 2 dan menyerahkan estafet
kepemimpinan DKI kepada Sandiaga Uno. Pemilihan Anis tentunya tidak mulus dan
tidak mudah bagi Prabowo untuk memutuskannya karena perlu kita ingat Anis
pernah bersebrangan dengan Prabowo pada pilpres lalu disaat Anis mendukung
pasangan Jokowi-JK.
Agus-Silvi
scenario anak tangganya adalah menyiapkan agus sebagai pengganti SBY di
kepemimpinan partai Demokrat. Selain itu tentunya Pilkada DKI ini adalah moment
yang tepat untuk Agus terjun kedunia politik. Momentum pilkada DKI akan mampu
meningkatkan popularitas dan elektabilitas Agus secara signifikan. Hal akan
berbeda jika agus terjun kepolitik pada saat tidak ada momentum khusus. Jika
Agus mampu bersaing dan memenangkan DKI 1, tentunya pada tahun 2019 telah menunggu
Agus untuk menjadi RI 1 atau RI 2. Artinya pengorbanan untuk meningkalkan dunia
meliter sudah dipertimbangkan dengan matang oleh SBY dan Demokrat sebagai
pengambil keputusan. Untuk meraih suatu yang besar, pengorbanannya juga besar.
Terlihat bahwa
dari ketiga pasangan calon kepala daerah diatas, tiga partai besar menjalankan scenario
anak tangga dengan melihat peluang pada pilpres 2019. Tiga tokoh yang akan mengambil peran penting
pada pilpres yang akan datang yakni Megawati, SBY dan Prabowo sudah mengatur
langkah dan strategi dengan menjadi pilkada DKI sebagai batu loncatan untuk
pilpres yang tidak akan lama lagi.
Dengan
demikian makanya sangat wajar scenario anak tangga yang dimainkan oleh ke tiga
tokoh ini menjadikan pilkada DKI sebagai wujud dari Pilgub
DKI rasa Pilpres 2019.
#Rahmat Hollyson
#Skenario Anak Tangga
#Pilkada DKI