Hiruk pikuk
politik dalam pemilihan Gubernur DKI terus
bersinandung. Koalisi gemuk partai-partai politik di Ibu Kota terus dibangun dibawah
simbol koalisi kekeluargaan. Pada saat ini baru Partai Gerindra yang berada
dalam koalisi kekeluargaan yang telah dengan “gagahnya” menetapkan sandiaga uno
sebagai calon Gubernur DKI. Dukungan PKS dan anggota koalisi kekeluargaan
semakin memantapkan langkah sandiaga uno untuk menyongsong pilgub DKI. Pada
sisi lain, petahana yang batal maju melalui jalur independen dan merasa mantap
maju dengan dukungan “penuh” dari Partai
Nasdem, Hanura dan Golkar.
Disisi lain“Resiko
Politik” mulai menggerogoti sang petahana dengan “isu” munculnya penolakan bagi
sebahagian kader salah satu partai pengusung. Jika hal tersebut benar-benar terjadi
maka dengan sendirinya, petahana “berpeluang” tersandung dan tidak dapat maju
dalam pilgub DKI, karena kursi dua partai politik lainnya tidak mencukupi
persyaratan untuk mengusung pasangan calon gubernur. Sedangkan maju melalui
jalur independen pintu sudah tertutup rapat karena pendaftaran sudah tertutup.
Maka jalan paling rasional menghadapi kondisi ini yang dapat dilakukan oleh
Petahana adalah menjaga komunikasi politik
dengan petinggi pengusung, sehingga partai partai tersebut tidak menutup pintu
hatinya untuk sang petahana. Disisi lain Petahana juga dapat “memanfaatkan”
kedekatannya dengan orang nomor 1 di Indonesia saat ini untuk menjaga asanya
maju melalui Parpol. Partai yang mungkin meragukan dukungannya tersebut diyakini
punya chemistery yang kuat antara pentinggi partainya dengan jokowi. Peluang kedua yang bisa dimaksimalkan
oleh petahana adalah dengan mengoptimalkan komunikasi politik dengan PDIP terutama
dengan Megawati sehingga partai dengan lambang banteng “mau” mengusung petahana
dalam Pilkada DKI.
“Resiko politik”
yang cukup berat juga dapat saja menohok kandidat yang diusung oleh koalisi
kekeluargaan. Harapan menyandingkan sandiaga uno berpasangan dengan risma
berada dalam area “abu-abu” tanpa kejelasan. Padahal banyak pihak berkeyakinan
jika sandiaga uno dipasangkan dengan Risma, maka pasangan ini akan dapat menumbangkan
petahana Basuki Cahya Purnama (Ahok).Tapi perlu diingat bahwa Risma adalah
kader PDIP yang sampai saat ini PDIP (Megawati) belum mempublish sikap
partainya tentang siapa yang akan didukungnya dalam pilkada kali ini.
Saya meyakini
bahwa hakikinya Megawati sudah punya pilihan dari ketiga opsi yang dimiliki
oleh PDIP. Strategi “holding” (baca : menunda) pengumuman dukungan calon DKI 1
sangat menguntungkan posisi PDIP. Semakin dekat pengumuman dukungan calon
dengan pendaftaran maka akan semakin besar peluang calon yang didukung oleh
PDIP dapat menenangkan Pilgub kali ini. Jika mendukung Ahok, Sandiaga
kehilangan tandem kuatnya Risma. Jika mengusung Risma, Ahok kesulitan mencari
pasangan kuat lainnya. Dengan demikian keuntungan tetap ada pada pihak PDIP. Hal
ini yang mendasari saya meyakini bahwa sebenarnya Megawati sudah punya pilihan
dari 3 opsi yang dimunculkan tetapi belum mau mengumumkan pilihannya.
Baca juga : Beberapa Perubahan Substansi Yang Krusial Dalam Aturan Pilkada Yang Baru (Uu Nomor 10 Tahun 2016) (bagian 1)
Baca juga : Beberapa Perubahan Substansi Yang Krusial Dalam Aturan Pilkada Yang Baru (Uu Nomor 10 Tahun 2016) (bagian 1)
Seandainya
pilihan Megawati kembali mendukung petahana dan diumumkan mendekati
pendaftaran, maka koalisi kekeluargaan yang mengusung sandiaga uno harus dari
sekarang sudah mempunyai alternatif calon yang kompeten selain Risma. Jika
suara bawah PDIP yang tergabung dalam koalisi kekeluargaan tidak mendapat dukungan
dari mega, maka akan sulit rasanya sandiaga dapat disandingkan dengan Risma.
Mencermati hal
diatas, maka politik “sang dewi” sangat menentukan siapa yang akan memimpin DKI
Jakarta 5 tahun kedepan.
By. Rahmat Hollyson
hollyrahmat@yahoo.com