Strategi Politik “Sang Dewi” pada Pilgub DKI 2017 - Kajian Pemerintahan

Saturday, August 20, 2016

Strategi Politik “Sang Dewi” pada Pilgub DKI 2017


Hiruk pikuk politik dalam pemilihan Gubernur DKI  terus bersinandung. Koalisi gemuk partai-partai politik di Ibu Kota terus dibangun dibawah simbol koalisi kekeluargaan. Pada saat ini baru Partai Gerindra yang berada dalam koalisi kekeluargaan yang telah dengan “gagahnya” menetapkan sandiaga uno sebagai calon Gubernur DKI. Dukungan PKS dan anggota koalisi kekeluargaan semakin memantapkan langkah sandiaga uno untuk menyongsong pilgub DKI. Pada sisi lain, petahana yang batal maju melalui jalur independen dan merasa mantap maju dengan  dukungan “penuh” dari Partai Nasdem, Hanura dan Golkar.  

Disisi lain“Resiko Politik” mulai menggerogoti sang petahana dengan “isu” munculnya penolakan bagi sebahagian kader salah satu partai pengusung. Jika hal tersebut benar-benar terjadi maka dengan sendirinya, petahana “berpeluang” tersandung dan tidak dapat maju dalam pilgub DKI, karena kursi dua partai politik lainnya tidak mencukupi persyaratan untuk mengusung pasangan calon gubernur. Sedangkan maju melalui jalur independen pintu sudah tertutup rapat karena pendaftaran sudah tertutup. Maka jalan paling rasional menghadapi kondisi ini yang dapat dilakukan oleh Petahana adalah  menjaga komunikasi politik dengan petinggi pengusung, sehingga partai partai tersebut tidak menutup pintu hatinya untuk sang petahana. Disisi lain Petahana juga dapat “memanfaatkan” kedekatannya dengan orang nomor 1 di Indonesia saat ini untuk menjaga asanya maju melalui Parpol. Partai yang mungkin meragukan dukungannya tersebut diyakini punya chemistery yang kuat antara pentinggi partainya dengan  jokowi. Peluang kedua yang bisa dimaksimalkan oleh petahana adalah dengan mengoptimalkan komunikasi politik dengan PDIP terutama dengan Megawati sehingga partai dengan lambang banteng “mau” mengusung petahana dalam Pilkada DKI.

“Resiko politik” yang cukup berat juga dapat saja menohok kandidat yang diusung oleh koalisi kekeluargaan. Harapan menyandingkan sandiaga uno berpasangan dengan risma berada dalam area “abu-abu” tanpa kejelasan. Padahal banyak pihak berkeyakinan jika sandiaga uno dipasangkan dengan Risma, maka pasangan ini akan dapat menumbangkan petahana Basuki Cahya Purnama (Ahok).Tapi perlu diingat bahwa Risma adalah kader PDIP yang sampai saat ini PDIP (Megawati) belum mempublish sikap partainya tentang siapa yang akan didukungnya dalam pilkada kali ini.

Saya meyakini bahwa hakikinya Megawati sudah punya pilihan dari ketiga opsi yang dimiliki oleh PDIP. Strategi “holding” (baca : menunda) pengumuman dukungan calon DKI 1 sangat menguntungkan posisi PDIP. Semakin dekat pengumuman dukungan calon dengan pendaftaran maka akan semakin besar peluang calon yang didukung oleh PDIP dapat menenangkan Pilgub kali ini. Jika mendukung Ahok, Sandiaga kehilangan tandem kuatnya Risma. Jika mengusung Risma, Ahok kesulitan mencari pasangan kuat lainnya. Dengan demikian keuntungan tetap ada pada pihak PDIP. Hal ini yang mendasari saya meyakini bahwa sebenarnya Megawati sudah punya pilihan dari 3 opsi yang dimunculkan tetapi belum mau mengumumkan pilihannya.

Baca juga : Beberapa Perubahan Substansi Yang Krusial Dalam Aturan Pilkada Yang Baru (Uu Nomor 10 Tahun 2016) (bagian 1)

Seandainya pilihan Megawati kembali mendukung petahana dan diumumkan mendekati pendaftaran, maka koalisi kekeluargaan yang mengusung sandiaga uno harus dari sekarang sudah mempunyai alternatif calon yang kompeten selain Risma. Jika suara bawah PDIP yang tergabung dalam koalisi kekeluargaan tidak mendapat dukungan dari mega, maka akan sulit rasanya sandiaga dapat disandingkan dengan Risma.

Mencermati hal diatas, maka politik “sang dewi” sangat menentukan siapa yang akan memimpin DKI Jakarta 5 tahun kedepan.  


By. Rahmat Hollyson
hollyrahmat@yahoo.com

Bagikan artikel ini

Artikel Menarik Lainnya

Silakan tulis komentar Anda

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)