Beberapa Perubahan Substansi Yang Krusial Dalam Aturan Pilkada Yang Baru (Uu Nomor 10 Tahun 2016) (bagian 1) - Kajian Pemerintahan

Friday, August 12, 2016

Beberapa Perubahan Substansi Yang Krusial Dalam Aturan Pilkada Yang Baru (Uu Nomor 10 Tahun 2016) (bagian 1)

Cukup banyak perubahan substansi yang cukup krusial  yang ditemukan dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Sedangkan seperti kita ketahui bersama perubahan pertama dilakukan dengan ditetapkannya Undang-Undang nomor 8 Tahun 2015. 


Beberapa perubahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1.      Perluasan Kewenangan Bawaslu
Dalam aturan yang baru ini Bawaslu  diberikan kewenangan memberikan sangsi,  jika pasangan calon terbukti melakukan pelanggaran adimnistrasi yang terjadi secara terstruktur, sistimatif dan masif maka Bawaslu dapat memeriksa dan jika terbukti, maka  bawaslu dapat memberikan sangsi berupa mendiskualifikasi pasangan calon yang harus dilaksanakan oleh KPU (Dapat dilihat pada pasal 10 ayat b1 dan pasal  135 A)
Kemudian hal tersebut juga dipertegas dalam tugas dan kewenangan Bawaslu bahwa Bawaslu mempunyai tugas dan wewenang menerima, memeriksa, dan memutus keberatan atas putusan  Bawaslu  Provinsi  terkait  pemilihan  Calon Gubernur  dan  Calon  Wakil  Gubernur,  Calon  Bupati dan  Calon  Wakil  Bupati,  atau  Calon  Walikota  dan Calon Wakil Walikota terkait dengan Pemilihan yang diajukan  oleh  pasangan  calon  dan/atau  Partai Politik/gabungan  Partai  Politik  terkait  penjatuhan sanksi  diskualifikasi  dan/atau  tidak  diizinkannya Partai  Politik/gabungan  Partai  Politik  untuk mengusung  pasangan  calon  dalam  Pemilihan berikutnya

2.      Pendaftaran dan pengesahan pasangan calon
Pendaftaran pasangan calon harus mendapat persetujuan dari pimpinan parpol tingkat pusat, jika terjadi perbedaan usulan pasangan calon antara pengurus partai didaerah dan pengurus partai dipusat, maka yang disahkan adalah yang mendapat persetujuan dari pimpinan parpol pada tingkat pusat.

3.      Seleksi PPK dan KPPS
seleksi penerimaan anggota PPK dan KPPS dilaksanakan secara terbuka  dengan  memperhatikan  kompetensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon (lihat pasal 16 dan 21)

4.      Calon Independen
Setelah calon independen menyerahkan dukungan KTP, maka verifikasi  faktual dilakukan  dengan  metode  sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon. terhadap  pendukung  calon  yang tidak  dapat  ditemui  pada  saat  verifikasi  faktual, maka pasangan  calon  diberikan  kesempatan  untuk menghadirkan  pendukung  calon  yang  dimaksud  di kantor PPS paling lambat 3 (tiga) Hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut
5.      Konflik petahana
Jika Dalam undang-undang nomor 8 Tahun 2015 diatur bahwa pasangan calon kepala daerah tidak mempunyai koflik dengan petahana (Lihat pasal 7 Huruf r UU nomor 8 Tahun 2015), maka dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 hal tersebut dihapuskan. Hal tersebut berdampak terhadap terebuka peluangnya dinasti politik, walaupun disisi lain kita sadari bahwa untuk mencalon seabagai kepala daerah adalah hak semua  warga negara.

6.      Pernyataan secara tertulis pengunduruan diri bagi pasangan calon

Dalam UU nomor 10 tahun 2016 terdapat penegasan bahwa anggota DPR, DPD, DPRD, TNI, Polri, PNS, Kepala desa menyatakan secara tertulis pengunduran diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah. (Dapat dilihat dalam pasal 7 huruf s dan huruf t)

Bersambung............................

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam Buku  "Demokrasi dan Pilkada Langsug"karangan Rahmat Hollyson Maiza

Bagikan artikel ini

Artikel Menarik Lainnya

Silakan tulis komentar Anda

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)