Beberapa perubahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1. Perluasan Kewenangan Bawaslu
Dalam aturan yang baru ini Bawaslu diberikan kewenangan memberikan sangsi, jika pasangan calon terbukti melakukan pelanggaran adimnistrasi yang terjadi secara terstruktur, sistimatif dan masif maka Bawaslu dapat memeriksa dan jika terbukti, maka bawaslu dapat memberikan sangsi berupa mendiskualifikasi pasangan calon yang harus dilaksanakan oleh KPU (Dapat dilihat pada pasal 10 ayat b1 dan pasal 135 A)
Kemudian hal tersebut juga dipertegas dalam tugas dan kewenangan Bawaslu bahwa Bawaslu mempunyai tugas dan wewenang menerima, memeriksa, dan memutus keberatan atas putusan Bawaslu Provinsi terkait pemilihan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, atau Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terkait dengan Pemilihan yang diajukan oleh pasangan calon dan/atau Partai Politik/gabungan Partai Politik terkait penjatuhan sanksi diskualifikasi dan/atau tidak diizinkannya Partai Politik/gabungan Partai Politik untuk mengusung pasangan calon dalam Pemilihan berikutnya
2. Pendaftaran dan pengesahan pasangan calon
Pendaftaran pasangan calon harus mendapat persetujuan dari pimpinan parpol tingkat pusat, jika terjadi perbedaan usulan pasangan calon antara pengurus partai didaerah dan pengurus partai dipusat, maka yang disahkan adalah yang mendapat persetujuan dari pimpinan parpol pada tingkat pusat.
3. Seleksi PPK dan KPPS
seleksi penerimaan anggota PPK dan KPPS dilaksanakan secara terbuka dengan memperhatikan kompetensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon (lihat pasal 16 dan 21)
4. Calon Independen
Setelah calon independen menyerahkan dukungan KTP, maka verifikasi faktual dilakukan dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon. terhadap pendukung calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi faktual, maka pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling lambat 3 (tiga) Hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut
Baca Juga : Beberapa Perubahan Substansi Yang Krusial Dalam Aturan Pilkada Yang Baru (Uu Nomor 10 Tahun 2016) Bagian 2
5. Konflik petahana
Jika Dalam undang-undang nomor 8 Tahun 2015 diatur bahwa pasangan calon kepala daerah tidak mempunyai koflik dengan petahana (Lihat pasal 7 Huruf r UU nomor 8 Tahun 2015), maka dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 hal tersebut dihapuskan. Hal tersebut berdampak terhadap terebuka peluangnya dinasti politik, walaupun disisi lain kita sadari bahwa untuk mencalon seabagai kepala daerah adalah hak semua warga negara.
6. Pernyataan secara tertulis pengunduruan diri bagi pasangan calon
Dalam UU nomor 10 tahun 2016 terdapat penegasan bahwa anggota DPR, DPD, DPRD, TNI, Polri, PNS, Kepala desa menyatakan secara tertulis pengunduran diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah. (Dapat dilihat dalam pasal 7 huruf s dan huruf t)
Bersambung............................
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam Buku "Demokrasi dan Pilkada Langsug"karangan Rahmat Hollyson Maiza
Bersambung............................
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam Buku "Demokrasi dan Pilkada Langsug"karangan Rahmat Hollyson Maiza