![]() |
photo : by CNN |
Kehilangan
Mata Pencaharian
Kehilangan mata
pencaharian merupakan dampak sosial sekaligus ekonomi yang dirasakan oleh warga.
Mengapa? Karena pengembang juga menghilangkan daerah penangkapan ikan yang selama
ini menjadi wilayah nelayan menangkap ikan. Kehilangan ekosistem mangrove di
Teluk Jakarta mempunyai dampak ekologi yang sangat serius dan untuk selanjutnya
akan menurunkan pendapatan masyarakat yang mata pencahariannya bergantung pada
sumberdaya perairan laut.
Saat ini kondisi
nelayan di Perairan Teluk Jakarta sangat susah mendapatkan ikan, karena laut diuruk,
lumpur disedot dulu lalu ditimpa pasir, ikan-ikan menjadi mati atau pergi.
Nelayan yang biasanya menangkap ikan di wilayah itu tidak bisa menangkap ikan
di situ lagi, karena direklamasi. Apalagi limbah yang mencemari Teluk Jakarta sangat
berpengaruh terhadap jumlah ikan di kawasan tersebut.
Salah satu nelayan yang
bernama Kuat, mengatakan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, jika biasanya
nelayan bisa mendapat penghasilan Rp300 ribu-Rp400 ribu per hari, maka sekarang
mereka sulit mencapai penghasilan Rp100 ribu. Untuk mendapat ikan, kini nelayan
Muara Angke menurut Kuat, harus melaut semakin jauh, sehingga pengeluaran solar
mereka pun meningkat. Jika biasanya biasanya perahu mereka butuh 5-10 liter
sekali melaut, sekarang rata-rata butuh 15 liter. Sementara dengan modal yang
semakin besar itu, pemasukan mereka justru menurun karena susah mendapat ikan.
Kondisi yang sedemikian
rupa bukan mustahil akan menghilangkan mata pencaharian penduduk yang selama
ini menggantungkan hidupnya dari mencari hasil di laut di Teluk Jakarta. Oleh karena itu, kehilangan mata pencaharian bagi penduduk
yang berprofesi nelayan di sekitar Teluk Jakarta akan berdampak pada kemiskinan yang bisa dipandang sebagai dua
hal. Sebagai sebab dan sebagai akibat.
Sebagai
sebab, kemiskinan adalah akar dari sebagian besar terjadinya tindak
kriminalitas. Kita seringkali mendengar atau membaca berita tentang pencurian,
perampokan atau pembunuhan yang bermotif kemiskinan ekonomi pelakunya. Tidak
sedikit pula berita tentang kasus-kasus bunuh diri atau kelaparan yang
disebabkan kemiskinan. Artinya dampak sosial yang ditimbulkan oleh reklamasi
Teluk Jakarta tidak berhenti pada kemiskinan penduduk semata namun dapat
mengakibatkan terjadinya tindak kriminalitas penduduk.
Sebagai
sebuah akibat, kemiskinan merupakan suatu produk. Produk dari ketidakadilan
bahkan kedzholiman. Ketidakadilan atau kedzholiman pemimpin, hukum atau sistem,
bahkan ketiganya. Pemimpin yang tidak adil akan menempatkan orang miskin
sebagai obyek yang tidak perlu diperhatikan. Sehingga, pemimpin seperti ini
hanya akan menjadikan orang miskin menjadi salah satu subsistem negara yang
berada pada posisi ‘teraniaya’. Ini dapat dilihat dari tidak adanya ruang bagi
masyarakat miskin untuk dapat melakukan aktivitas sosial dan ekonomi secara
baik.
Baca Juga : Dampak Reklamasi Teluk Jakarta (Bagian 1)
Penutup
Perilaku birokrat
adalah salah satu bentuk penyebab kemiskinan yang dikaji dalam dimensi
kemiskinan struktural. Adanya kebijakan Pemerintah Provinsi DKI untuk melakukan
reklamasi tentu saja mengabaikan kepentingan kaum nelayan di sekitar Teluk
Jakarta. Kebijakan melakukan reklamasi untuk memenuhi keinginan para Pengembang
Property tentu saja sangat dipengaruhi oleh perilaku birokrat yang membiarkan proses
pemiskinan yang dibingkai dalam kebijakan yang prokapitalis dan neoliberalis. Kondisi
ini disebut dengan “back wash effect”
(teori Myrdal) yaitu suatu kondisi dimana wilayah-wilayah yang maju menciptakan
keadaan yang menghambat dan mengorbankan wilayah-wilayah terbelakang. Hal ini
terbukti reklamasi telah mengorbankan nelayan tradisional yang miskin.
Dampak dari reklamasi
ini, semakin banyak nelayan yang tergusur dari tempat mereka menggantungkan
hidupnya. Kaum miskin kota yang notebene banyak dari wilayah pesisir Teluk
Jakarta yang harusnya dilindungi oleh negara, justru digusur secara paksa oleh aparat
birokrasi. Kekayaan negara yang harusnya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat malah dijual melalui proyek reklamasi Teluk Jakarta. Dari
semua ini menunjukkan bahwa Reklamasi Teluk Jakarta dan penggusuran nelayan
lebih mendahulukan kepentingan pemilik modal ketimbang rakyat kecil yang jelas
bertentangan dengan cita-cita pendiri negara.
Daftar Pustaka
Aditya Fathurrahman. “Proyek Reklamasi Pantai Utara
Jakarta”, http://hmip.fisip.ui.ac.id/proyek-reklamasi-pantai-utara-jakarta-sebagai-mesin
pertumbuhan-kota-jakarta, diakses tanggal 21 April 2016.
Ahmad Mony dan Muhammad Karim. “Reklamasi Teluk Jakarta,
Penggusuran dan Dampaknya”, http://hallojakarta.com/reklamasi-teluk-jakarta-penggusuran-dan
dampaknya, diakses tanggal 20 April 2016.
Clark, John. 1991. Democratizing
Development : The Role of Voluntary Organizations. Connecticut: Kumarian
Press, Inc.
“Dampak Sosial Reklamasi Teluk Jakarta”, http://halloapakabar.com/dampak-sosial-reklamasi-teluk-jakarta-berdasarkan-kajian-pk2pm-dan-seanet-indonesia,
diakses tanggal 20 April 2016.
Garna, Judistira, K. 1992. Teori-Teori Perubahan Sosial. Bandung: Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran.
“Proyek reklamasi Teluk Jakarta 'membuat cemas' nelayan”, http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/11/151127_majalah_lingkungan_telukjakarta,
diakses tanggal 21 April 2016.
Puteri Rosalina. “Jalan Panjang Reklamasi di Teluk Jakarta
dari Era Soeharto sampaiAhok”,http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/04/10050401/,
diakses tanggal 20 April 2016.
Oleh : Dr. Muhammad Mulyadi
Peneliti Madya Hubungan Masyarakat dan Negara Pada Bidang
Kesejahteraan Sosial Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI